BANDUNG, eljabar.com — Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung memberikan pandangan umum terhadap empat usulan Raperda dari Propemperda Tahun 2025 Tahap II, dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Rapat paripurna ini dipimpin oleh Ketua DPRD Kota Bandung H. Asep Mulyadi, SH, didampingi Wakil Ketua I DPRD Kota Bandung H. Toni Wijaya, SE, SH, Wakil Ketua II Dr. H. Edwin Senjaya, SE, MM, Wakil Ketua III Rieke Suryaningsih, SH, serta Didirikan oleh Anggota DPRD Kota Bandung. Hadir dalam rapat paripurna itu, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, Sekda Kota Bandung Iskandar Zulkarnain, serta jajaran pimpinan OPD.
Raperda keempat yang diusulkan tersebut yakni Raperda Kota Bandung tentang Grand Design Pembangunan Keluarga Kota Bandung Tahun 2025-2045, Raperda Kota Bandung tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial, Raperda Kota Bandung tentang Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat dan Pelindungan Masyarakat, serta Raperda Kota Bandung tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Beresiko dan Penyimpangan Seksual.
Pandangan Fraksi PDI Perjuangan
Setelah mencermati keempat raperda tersebut, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Bandung menilai beberapa muatan pasalnya baru bisa efektif dilaksanakan apabila mendapat dukungan penuh oleh anggaran dan SDM yang memadai.
Apabila hal ini tidak terpenuhi, maka Raperda-raperda ini akan menjadi barang mubazir alias tumpukan dokumen yang tidak bermakna. Oleh karena itu, pertanyaan Fraksi PDI Perjuangan yang paling mendasar adalah: Seberapa jauh kesiapan Pemkot Bandung baik dalam pembiayaan dan dukungan SDM agar keempat buah raperda ini dapat dilaksanakan sesuai harapan dan tujuan?
sama yang dipahami bersama bahwa keterlibatan masyarakat dalam penyususnan sebuah Raperda menjadi mata rantai yang harus dilalui. Fraksi PDI Perjuangan menyimpulkan: Apakah keempat buah Raperda ini sudah melalui uji publik, sehingga pada saat implementasinya tidak menimbulkan kegaduhan?
Raperda Grand Design Pembangunan Kependudukan adalah sebagai turunan operasional dari kebijakan nasional tentang pembangunan kependudukan sebagaimana yang diamanatkan Perpres No. 153 tahun 2014, Fraksi PDI Perjuangan meminta penjelasan kepada wali Kota Bandung: Apakah Raperda Grand Desain Pembangunan Kependudukan ini sudah selaras dengan RPJMD Kota Bandung yang sudah ditetapkan?
Perda Grand Design Pembangunan Kependudukan akan menjadi payung koordinatif yang memperkuat keterpaduan kebijakan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan keluarga berencana.
Kepada Wali Kota Bandung, Fraksi PDI Perjuangan meminta penjelasan terkait pola koordinasi lintas Organisasi Perangkat Daerah seperti apa yang akan dilaksanakan? Mengingat target pencapaiannya harus selaras dengan Grand Design Pembangunan Kependudukan Nasional yang telah ditentukan.
Terkait Raperda tentang Peningkatan Penanganan Sosial yang mengatur tentang Peningkatan Kualitas Masyarakat yang mencangkup, kesehatan, pendidikan, ekonomi dan lainnya, sejauh mana Raperda ini selaras dengan Raperda Grand Design Pembangunan Kependudukan?
Stigma Satpol PP sebagai musuh Wong Cilik belakangan ini semakin bergaung. Hal ini terjadi akibat ulah pembohong dan tindakan berlebihan yang terkadang arogan dari beberapa oknum dalam melaksanakannya. Fraksi PDI Perjuangan menilai, pendekatan humanis sudah lebih dikedepankan daripada tindakan kekerasan.
Oleh karena itu, harus dibuat bab khusus mengenai prosedur operasional standar berikut sanksi administrasi dan sanksi pidana yang akan membatasi kesewenangan petugas Satpol PP di lapangan. Fraksi PDI Perjuangan memohon penjelasan karena dalam Raperda ini belum melihat hal tersebut dicantumkan.
Tugas pokok dan fungsi Satpol PP berdasarkan Raperda juga semakin luas sehingga beberapa kewenangannya beririsan dengan apa yang menjadi kewengan OPD lain. Untuk menghindari konflik di lapangan atas nama kewenangan, koordinasi antar OPD harus lebih nyata dan serius. Lalu, model koordinasi lintas OPD macam apa yang akan dilakukan?
Batasan kewenangan antara Satpol PP, kepolisian, dan aparat penertiban di wilayah kecamatan, dan Dinas Perhubungan, belum jelas diatur dalam Raperda ini, mohon penjelasannya.
Raperda tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual tidak hanya mencakup ranah hukum dan kesehatan masyarakat, tetapi juga nilai-nilai moral, pendidikan, dan perlindungan hak asasi manusia.
Fraksi PDI Perjuangan belum melihat ada batasan yang tegas antara “pencegahan perilaku seksual berisiko” (aspek kesehatan dan sosial) dan “penyimpangan seksual” (aspek moral dan hukum) dalam Raperda ini.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Bandung juga memohon penjelasan wali Kota Bandung terkait sejauh mana harmonisasi Raperda ini dengan KUHP, UU Kesehatan, UU Perlindungan Anak, dan UU HAM? *merah