BANDUNG, eljabar.com — Kota Bandung sampah kembali terjadi pada situasi darurat menyusul pembuangan kuota ke Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Sarimukti oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov. Jabar).
Kebijakan tersebut menyebabkan volume sampah di dalam Kota Bandung menumpuk dan berpotensi menimbulkan gangguan kebersihan serta kesehatan lingkungan.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Salman Faruq menjelaskan, sejak beberapa hari terakhir, kuota pembuangan sampah ke TPS Sarimukti kembali diperketat.
Kota Bandung kini hanya diperbolehkan membuang 981 ton sampah per hari, jauh berkurang dari kapasitas sebelumnya yang mencapai 1.200 ton per hari.
“Pihak provinsi kembali mengetatkan kuota transportasi sampah ke TPS Sarimukti. Kami hanya dibolehkan membuang 981 ton per hari. Padahal sebelumnya sekitar 1.200 ton,” ujar Salman, Jumat (10/10/2025).
Akibat pengurangan tersebut, terdapat sekitar 200 hingga 300 ton sampah per hari yang tidak dapat diangkut ke TPS. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya signifikan di berbagai titik Kota Bandung.
“Saat ini estimasi diperkirakan sudah mencapai 4.000 ton, dan akan terus bertambah jika tidak ada upaya apapun,” ungkapnya.
Pemerintah Kota Bandung kini tengah berupaya mengantisipasi kondisi ini. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan memperkuat peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pengurangan sampah di sumbernya.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan juga tengah menginventarisasi lahan-lahan di tingkat RW dan kelurahan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat pengolahan sampah organik.
“Pak Wali sedang mencari lahan di tingkat RW dan kelurahan untuk dijadikan tempat pengolahan sampah organik. Beliau juga berencana merekrut 1.597 pendamping pemilah sampah di setiap RW,” kata Salman.
Harapannya, langkah ini dapat mengurangi volume sampah organik yang masuk ke TPS dan TPA, mengingat sampah organik merupakan komponen terbesar dari total timbulan sampah di Kota Bandung.
Selain itu, DLH juga berupaya mengoptimalkan 151 rumah maggot yang telah dibangun di sejumlah kelurahan. Rumah maggot tersebut sebenarnya mampu mengolah hingga 1 ton sampah organik per hari, namun saat ini baru beroperasi dengan rata-rata 350 kilogram per hari.
“Kami akan meningkatkan kapasitasnya dengan mendorong warga memilah sampah sejak dari rumah, agar bahan organik yang masuk ke rumah maggot lebih banyak,” jelasnya.
Salman menjelaskan, partisipasi warga menjadi kunci utama untuk menekan dampak darurat sampah.
“Kami sangat berharap masyarakat ikut andil, melakukan pemilahan di tingkat rumah tangga, serta mengolah sampah organik secara mandiri maupun komunal. Dengan cara itu, kita bisa bersama-sama mengatasi potensi kedaruratan ini,” tutupnya. *merah