BANDUNG, eljabar.com — Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, H. Iman Lestariyono, S.Si., SH, menjadi narasumber pada kegiatan rapat koordinasi program demam berdarah dengue (DBD), di Harris Hotel & Conventions Ciumbuleuit, pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Dalam pemaparannya bertajuk “Optimalisasi Peran Legislator dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bandung”, Iman Lestariyono menyoroti terkait kondisi dan tantangan DBD di Kota Bandung.
Menurut Iman, berdasarkan data prevalansi DBD di Kota Bandung menunjukkan terjadinya kasus dengan kecenderungan meningkat pada periode musim hujan.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya konsistensi pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui pola 3M Plus, perubahan perilaku masyarakat yang belum berorientasi pada kebersihan lingkungan, keterbatasan sumber daya manusia pada tingkat kelurahan dan RW untuk kegiatan juru pemantau jentik (jumantik)., serta mobilitas penduduk yang tinggi dan kepadatan organisasi. Oleh karena itu, perlunya dukungan sosial, edukasi masyarakat, serta legitimasi kebijakan daerah.
“Hari ini kita melakukan penguatan lintas sektor dari kedinasan dan UPTD, juga kewilayahan se-Kota Bandung. Ini lebih kepada edukasi atau penguatan aplikasi untuk antisipasi DBD di Kota Bandung, apalagi kasus DBD ini setiap tahunnya kan naik turun, jadi kita ingin tahu petanya seperti apa, agar tidak sampai terjadi yang namanya KLB (kejadian luar biasa) dari penyebaran DBD ini,” ujarnya.
Iman menjelaskan, salah satu metode pencegahan penyebaran kasus DBD adalah melibatkan nyamuk Aedes Aegypti. Keberadaan nyamuk Wolbachia dimanfaatkan guna meminimalisir replikasi virus infeksi demam berdarah penyebab demam berdarah.
Oleh karena itu, peran legislator dalam pencegahan dan pengendalian DBD yakni dengan mendorong lahirnya Peraturan Daerah atau Peraturan Wali Kota yang mendukung gerakan pemberantasan sarang nyamuk secara berkelanjutan dan inovasi bioteknologi pengendalian vektor.
Termasuk penegakan payung hukum bagi kader jumantik, relawan kesehatan lingkungan, dan mewujudkan program kampung bebas DBD, melalui edukasi upaya preventif.
Oleh karena itu, harus ada kolaborasi pentahelix, karena ini menjadi urusan semua pihak. Selain itu, upaya edukasi preventif tentunya membutuhkan anggaran yang cukup, untuk mengoptimalkan juga fungsi pengawasan.
“Jangan sampai program ini tidak tersosialisasikan kepada masyarakat. Nah, secara program kami akan mendorong anggaran terutama di Pemerintah Kota Bandung karena ini melibatkan relawan di antaranya para jumantik yang ada di masyarakat,” ucapnya.
Iman berharap, edukasi dan sosialisasi mekanisme Wolbachia harus terus dioptimalkan, apalagi mekanisme ini relatif aman, karena tidak menggunakan zat kimia yang dapat mengganggu kesehatan.
“Memang saat ini belum semua dari 30 kecamatan di Kota Bandung sudah menerapkan mekanisme ini, dua kecamatan baru di tahun ini, dan tahun depan bertambah dua kecamatan baru. Jadi insyaallah ke depan Kota Bandung kalau tidak ada sih sih nggak bisa, tapi dengan kolaborasi ini harapannya bisa membuat Kota Bandung segera terbebas dari DBD. Minimal angkanya mendekati nol persen,” katanya. *merah